Ada 7 hal pembatal puasa yang disepakati oleh ulama, yaitu: Makan, minum, dan berhubungan badan di siang hari (QS. Al Baqarah: 187). Kemudian haid dan nifas sebagaimana dijelaskan dalam hadits “Bukankah ketika wanita sedang haid dia tidak boleh shalat dan puasa.” (HR. Bukhari 304). Berikutnya adalah murtad (tidak lagi termasuk mukmin) dan muntah dengan sengaja. Seperti yang disebutkan dalam hadits “Siapa yang muntah tidak sengaja dan dia sedang puasa maka tidak perlu
dia qadha. Namun barangsiapa yang sengaja muntah maka dia harus
mengqadha.” (HR. Abu Daud 2380).
Sedangkan berduaan dengan non muhrim saat bulan puasa berpeluang untuk mengurangi pahalanya puasa. Karena di dalamnya memiliki potensi besar terjadinya kemaksiatan dan dosa. Ada pihak ketiga (setan) yang selalu dan terus berupaya menggoda dan menyesatkan. Berikut ini jawaban tentang hukum membonceng non mahram:
Assalamu `alaikum Warahmatullahi Wabaraktuh
Alhamdulillah, Washshalatu wassalamu `ala Rasulillah, wa ba’d.
Hukum berduaan antara laki-laki dan wanita yang bukan mahram tanpa
kehadiran mahram dari pihak wanita adalah hal yang diharamkan oleh
syariat Islam. Dalilnya adalah sabda Rasulullah SAW berikut ini : Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka jangan
sekali-kali dia bersendirian dengan seorang perempuan yang tidak bersama
mahramnya, karena yang ketiganya ialah syaitan.” (Riwayat Ahmad)
Berboncengan Sepeda Motor
Sepeda motor untuk daerah tertentu memang menjadi alat transportasi
yang amat vital. Dan karena harganya tidak terjangkau oleh semua
kalangan, seringkali di suatu desa seseorang yang punya sepeda motor
menawarkan bantuan untuk memboncengkan teman atau tetangganya.
Tolong menolong ini sangat baik karena daripada harus jalan kaki yang
jaraknya lumayan jauh, maka membonceng teman atau tetangga memang
sebuah solusi kepekaan sosial yang baik.Masalahnya adalah bagaimana hukum seorang laki-laki memboncengkan
wanita teman atau tetangganya dengan niat semata-mata hanya menolong ?
Tidak ada tujuan atau itikad aneh-aneh misalnya untuk selingkuh dan
sebagainya.
Jawabnya adalah bahwa antara niat dengan cara harus sepadan. Niat
yang baik tidak mungkin dilaksanakan dengan cara yang tidak dibenarkan
dalam Islam, meski mungkin seringkali dianggap lumrah oleh sebagain
masyarakat. Tanpa mengurangi rasa percaya kepada niat baik orang yang
menawarkan bantuan untuk memboncengkan, namun dari posisi duduknya di
sepeda motor sudah termasuk hal yang tidak mungkin dibenarkan. Sepeda
motor itu hanya punya satu tempat duduk yang bila ada orang yang
membonceng, maka pastilah keduanya buat hanya berada dalam posisi
berduaan, bahkan tubuh mereka pun bisa saling bersentuhan, baik dengan
sengaja atau tidak. Akan sulit mengatakan bahwa posisi demikian bukan
berduaan / khalwat.
Kalau kendaraannya taksi, bajaj atau becak, mungkin masih bisa
dikatakan terpisah, sebab posisi sopir dan penumpang memang dipisahkan.
Tetapi sulit untuk mengatakan bahwa dua orang berlainan jenis yang bukan
mahram naik sepeda motor berboncengan itu bukan khalwat. Bagaimana
bukan khalwat, padahal tubuh mereka satu sama lain nempel karena satu
tempat duduk ?
Hal Yang Sering Dilupakan
Di negeri kita, akibat lemahnya pemahamana syariat dan kuatnya adat
serta tradisi, terkadang terjadi hal-hal yang seharusnya diharamkan,
tetapi dilihat oleh kacamata awam sebagai sebuah permakluman. Misalnya,
berduaannya seorang suami dengan adik ipar wanitanya. Atau sebaliknya,
antara istri dengan adik suaminya.
Padahal antara suami dan adik ipar perempuan hubungannnya bukan
mahram, sehingga kedudukannya seperti wanita asing. Dan Rasulullah SAW
telah secara khusus mengharamkan jenis hubungan ini dengan sabdanya :
Jangan kamu masuk ke tempat wanita.” Mereka (sahabat) bertanya,
“Bagaimana dengan ipar wanita.” Beliau menjawab, “Ipar wanita itu
membahayakan.” (HR Bukhari)
wallahu a’lam bish-shawab.
Wassalamu alaikum wr.wb.
Sumber: Syariah Online
No comments:
Post a Comment