Thursday, 25 June 2015

Bagaimana Menyikapi Wacana Islam Nusantara dan Friksi NU-Wahabi

Berikut penjelasan Prof.Dr.KH. Ali Mustafa Ya’qub, Rais Syuriah Bidang Fatwa 2010-2015 Pengurus Besar Nadhlatul ‘Ulama (PBNU) dan Imam Besar Masjid Istiqlal tentang Islam dan Nusantara, serta friksi antara NU dan Wahabi di Indonesia.

Bagaimana pandangan Pak Kiai tentang istilah “Islam Nusantara”?
Kalau “Islam Nusantara” itu Islam di Nusantara, maka tepat. Kalau “Islam Nusantara” itu Islam yang bercorak budaya Nusantara, dengan catatan: selama budaya Nusantara itu tidak bertentangan dengan Islam, maka itu juga tepat. Namun kalau “Islam Nusantara” itu Islam yang bersumber dari apa yang ada di Nusantara, maka itu tidak tepat. Sebab sumber agama Islam itu Al-Qur’an dan Hadits. Apa yang datang dari Nabi Muhammad itu ada dua hal yaitu agama dan budaya. Yang wajib kita ikuti adalah agama: aqidah dan ibadah. Itu wajib, tidak bisa ditawar lagi. Tapi kalau budaya, kita boleh ikuti dan boleh juga tidak diikuti. Contoh budaya: Nabi pakai sorban, naik unta, dan makan roti. Demikian pula budaya Nusantara. Selama budaya Nusantara tidak bertentangan dengan ajaran Islam, maka boleh diikuti. Saya pakai sarung itu budaya Nusantara dan itu tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Shalat pakai koteka itu juga budaya Nusantara, tapi itu bertentangan dengan ajaran Islam, maka itu tidak boleh. Jadi harus dibedakan antara agama dan budaya

Wednesday, 24 June 2015

Apakah Berduaan/ Boncengan dengan Non Muhrim Membatalkan Puasa

Ada 7 hal pembatal puasa yang disepakati oleh ulama, yaitu: Makan, minum, dan berhubungan badan di siang hari (QS. Al Baqarah: 187). Kemudian haid dan nifas sebagaimana dijelaskan dalam hadits “Bukankah ketika wanita sedang haid dia tidak boleh shalat dan puasa.” (HR. Bukhari 304). Berikutnya adalah murtad (tidak lagi termasuk mukmin) dan muntah dengan sengaja. Seperti yang disebutkan dalam hadits “Siapa yang muntah tidak sengaja dan dia sedang puasa maka tidak perlu dia qadha. Namun barangsiapa yang sengaja muntah maka dia harus mengqadha.” (HR. Abu Daud 2380).

Sedangkan berduaan dengan non muhrim saat bulan puasa berpeluang untuk mengurangi pahalanya puasa. Karena di dalamnya memiliki potensi besar terjadinya kemaksiatan dan dosa. Ada pihak ketiga (setan) yang selalu dan terus berupaya menggoda dan menyesatkan. Berikut ini jawaban tentang hukum membonceng non mahram:

Tuesday, 23 June 2015

Apa Saja Tingkatan Puasa Menurut Imam al-Ghazali

Ulama tasawuf membagi puasa ke dalam tiga tingkatan. Pertama, puasa umum (awam), yakni menahan diri dari makan dan minum, dan seks untuk periode tertentu, yakni sejak terbit fajar sampai tenggelam matahari. Pada puasa tingkat ini, penekanan puasa pada pengendalian hal-hal yang berkenaan dengan perut dan syahwat (nafsu biologis). Inilah puasa orang awam.

Kedua, puasa khusus. Dalam kitab Ihyâ Ulûm ad-Dîn, Imam al-Ghazali menyatakan bahwa puasa khusus ialah mengekang pendengaran, penglihatan, lidah, tangan, kaki, dan anggota tubuh lainnya dari perbuatan dosa. Karena itu, puasa khusus adalah puasa mata, telinga, lisan, tangan,kaki, dan seluruh anggota badan, dari penglihatan, pendengaran, prekataan, gerakan yang tidak diridhai Allah. Dalam sebuah hadits dinyatakan bahwa seorang yang berpuasa sesungguhnya telah berbuka apabila ia berkata dusta, ber-ghibah (menggunjing), mengadu domba, bersumpah palsu, dan memandang dengan syahwat.

Monday, 22 June 2015

Mengapa Ummat Islam Semangat Ibadahnya Tinggi Saat Ramadhan

Pertama, karena setan-setan (pembangkang) yang biasanya menggoda dan menyesatkan manusia dibelenggu oleh malaikat. Ini sebagaimana tersurat dalam sebuah hadits: “Apabila bulan Ramadan tiba, pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu ditutup dan setan-setan dibelenggu” (HR. Bukhari). Karenanya, wajar bila ummat Islam bisa bersemangat menjalankan ibadah karena penggodanya untuk menghalangi beribadah sedang dibelenggu.

Kedua, karena ummat Islam tahu dan sadar benar akan keutamaan beribadah di bulan suci Ramadhan. Misalnya disebutkan dalam sebuah hadits: “Barangsiapa yang berpuasa di bulan Ramadhan karena iman dan mengharap pahala dari Allah maka dosanya di masa lalu pasti diampuni”. (HR. Bukhari dan Muslim). Di hadits yang lain juga disebutkan: “Barangsiapa shalat malam pada bulan Ramadhan dengan keimanan dan mengharapkan pahala dari Allah, niscaya diampunilah dosa-dosanya yang telah lampau.” (Muttafaq alaihi).

Sunday, 21 June 2015

Siapakah Uwais Al Qorni: Manusia Penghuni Langit

Dikisahkan ketika zaman Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam dahulu hiduplah seorang pemuda miskin dan yatim yang tinggal bersama ibunya dinegeri Yaman, pemuda itu bernama Uwais Al-Qorni. Sehari-harinya dia hidup sebagai penggembala kambing. Kehidupannya yang miskin membuat ia tak dikenal oleh penduduk Yaman, ia sering menerima celaan dan cercaan dari orang-orang sekitar bahkan ia juga dituduh sebagai pencuri. Pernah suatu ketika seorang fuqoha’ dari negeri Kufah datang dan duduk bersamanya kemudian menghadiahkan 2 helai pakaian untuknya. Namun, Uwais menolaknya dengan halus seraya berkata “Aku khawatir, nanti orang-orang akan menuduhku mencuri lagi, karena bagaimana bisa aku memperoleh pakaian ini.”

Meskipun miskin, Uwais tak pernah mengeluh atas kekurangannya bahkan jika ada upah hasil menggembala yang berlebih ia berikan kepada tetangganya yang miskin. Subhanallah. Meski hidup serba kekurangan, ia masih bisa memberi kepada saudaranya yang tidak mampu. Uwais Al-Qorni mulai memeluk Islam sejak seruan Islam pertama kali tiba di Yaman karena rindunya ia akan datangnya kebenaran. Tetangga-tetangga Uwais yang juga memeluk Islam banyak yang mengunjungi Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam ke Madinah untuk menerima ajaran beliau secara langsung, kemudian kembali ke Yaman dan merubah cara hidup mereka sesuai dengan ajaran Islam.