Andi Irawan, dosen Pascasarjana Agrobisnis Universitas Bengkulu, menyampaikan dalam Tempo online bahwa kenaikan harga beras saat ini bisa dikatakan terjadi karena kelangkaan
alamiah. Kelangkaan alamiah adalah sesuatu yang niscaya karena, dalam
satu tahun, panen hanya terjadi pada bulan-bulan tertentu (Maret dan
April panen raya, Agustus panen gadu, dan November panen kecil). Pada
bulan-bulan tersebut, khususnya panen raya, produksi menjadi berlimpah.
Dan sebaliknya, di luar bulan-bulan tersebut dinamakan musim paceklik
karena produksi sedikit atau bahkan tidak ada.
Dengan demikian, faktor manajemen logistik dan distribusi antarmusim
akan menentukan terjadi-tidaknya kelangkaan beras. Prinsip umumnya
adalah, ketika musim panen, negara menyerap beras untuk disimpan sebagai
stok di gudang-gudang Bulog, yang selanjutnya dilempar ke pasar pada
musim paceklik agar harga tetap stabil.
Kenaikan harga beras yang anomali saat ini bisa dijelaskan karena
mismanagement logistik beras nasional. Mengapa kita katakan begitu?
Karena pemerintah pada November dan Desember abai mengeluarkan beras
murah untuk rumah tangga miskin (raskin). Dua bulan terlambat melepaskan
raskin, padahal pada saat yang bersamaan sedang musim paceklik, maka
tak pelak hal ini menyebabkan harga naik sangat tajam.
Keterlambatan pengeluaran raskin terjadi karena pemerintah menilai
kebijakan ini tidak tepat lagi kalau ditujukan untuk menolong orang
miskin, karena banyak salah sasaran dan pelanggaran dalam
implementasinya. Pemerintah bermaksud menggantinya dengan e-money, di
mana rumah tangga miskin diberi uang secara langsung, tidak lagi dalam
bentuk beras.
Pemerintah tampaknya lupa bahwa program raskin tak sekadar menolong
orang miskin, tapi juga mempunyai fungsi penting, yakni menstabilkan
harga beras. Selama ini harga beras bisa stabil karena pemerintah setiap
bulan menggelontorkan beras untuk 15,5 juta rumah tangga miskin
sebanyak 15 kg per rumah tangga atau sekitar 230 ribu ton per bulan
dengan harga sangat murah: Rp 1.600 per kilogram. Kuantitas beras yang
sedemikian besar dengan harga yang sangat murah sangat membantu
menciptakan kestabilan harga beras.
Mismanagement logistik dalam empat bulan terakhir inilah yang kemudian
dimanfaatkan oleh para pedagang besar. Dan peluang itu ada karena
struktur pasar beras bersifat oligopoli. Ada segelintir pedagang besar
yang menguasai suplai beras nasional berhadapan dengan ratusan juta
konsumen beras. Kondisi yang demikian menciptakan pedagang-pedagang itu
mempunyai power di pasar. Mereka bisa menjadi price maker (penentu
harga). Artinya, kenaikan harga beras anomali yang terjadi saat ini
karena para pedagang besar beras memanfaatkan kelalaian pemerintah
melakukan stabilisasi harga beras rutin melalui program raskin dalam
empat bulan terakhir.
Hal tersebut dibenarkan oleh Komisioner Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Syarkawi Rauf yang menyebut pemerintahan Jokowi - JK memiliki andil dalam masalah kenaikan
harga beras yang diduga terjadi akibat adanya ulah kartel.
Menurut Syarkawi, agenda penggantian beras miskin alias raskin dengan
e-money berpengaruh pada tindakan para pelaku usaha. Dia menduga jika
memang benar ada sejumlah oknum yang bersekongkol dalam memainkan stok
dan harga beras, hal tersebut terjadi akibat tindakan pemerintah yang
dianggap tidak tepat dalam rencana penghapusan raskin.
"Jalur suplai kita masih oligopolistis. Pada beberapa rantai distribusi,
khususnya penggilingan beras dan pedagang besar masih dikuasai oleh
segelintir orang. Sehingga agenda pergantian raskin dengan e-money
sangat berpengaruh pada tindakan para pelaku usaha," ucap Syarkawi
seperti dilansir dari Antara, Minggu (1/3).
Syarkawi menyebut dengan kecilnya jumlah pengusaha penggilingan dan
pedagang besar, mereka bisa dengan bebas memainkan pasokan dan harga
jual beras di pasar.
Akibatnya Bulog yang berperan sebagai stabilisator harga beras menjadi
tidak berjalan. Peran tersebut justru berpindah ke pemilik penggilingan
beras dan para pedagang besar.
"Kalau masalah ada kartel atau tidak, hingga saat ini kami belum melihat adanya indikator tersebut," tutupnya.
No comments:
Post a Comment